Tinggal di kota yang baru, lingkungan baru, temen baru, rumah baru, dan sekolah baru. Semua itu membuatku sukar untuk menyesuaikan diri. Untungnya tahun ini tahun ajaran baru.
Hari ini aku sebenernya udah bangun pagi, tapi harus gimana lagi aku ini emang terkenal leletnya. Dan rumahku yang baru juga cukup jauh dari sekolah jadi, aku harus berjalan terlebih dahulu untuk kemudian menunggu anggutan umum. Ukh…, hampir tiga pulu menit aku menunggu anggutan tapi belum ada yang lewat satu pun. Setelah aku menunggu cukup lama akhirnya akupun dapat angkutan umum.
Ketika sampai di sekolah, bel pun berbunyi, untungnya aku sudah berada didalam sekolah. Yah..., walau beda beberapa detik saja he.
Aku mulai berjalan menuju kelas yang akan aku huni. Setelah sampainya, akupun mencari tempat duduk yang kosong dan ada satu bangku yang kosong yang berada di sebelah belakang pojok kanan. aku menghela nafas panjang, huh… tak apalah masih untuk aku dapat bangku dan tidak terlambat.
Aku melangkah menuju bangku paling belakang dengan langkah gontai. Setelah aku duduk, tak kusangka aku sebangku dengan anak laki-laki yang cukup asyik diajak ngobrol.
Yah itu kesan pertamaku tentang anak itu. Nama anak itu adalah Adrian Kusuma. Bel masukpun dibunyikan. Guru pertama yang akan masuk adalah Bu Yenni dia adalah Wali kelasku sekaligus Guru Biologi. Saat guru masuk tibak-tiba Rian memanggilku,
“Bsst..., Aka..., nih guru gue liyat kayaknya killer nie.” ungkap Rian lirih,
“Hus..., lo nie jangan langsung buat kesimpulan dulu geeh.”, jawabku lirih
tiba- tiba “Akamaru Sifierus Ai! Akamaru Sifierus Ai!” ucap Bu Yenni memanggil namaku keras,
“Saya bu!” jawabku kaget,
“Oh..., ternyata kamu anaknya. Dari tadi kamu dan Rian sedang apa? Apa yang kalian bicarakan? Bolehkah saya tahu?”, tanya Ibu Yenny dengan sedikit nada tinggi
“Oh ngga bu..., kita ngga bicara apa-apa kok bu”, jawabku mengelak
“Oh ya? Terus dari tadi apa yang kalian lakukan?”, tanya Ibu Yenny
“E...., itu bu... apa...., e.... itu... tanya PR Fisika. Iya bu PR Fisika”,
“Persaan saya yang baru masuk di kelas ini? Dan belum ada guru yang masuk selain saya”,
“Waduh..., alamat ngga selamet nie gue”,
“Sebenarnya Aka tanya ekskul basket bu” sahut Rian,
“Oh ya? Apakah tadi kamu memerhatikan ibu?”,
“Saya memperhatikan ibu kok”,
“Kalo begitu coba, sebutkan siapa nama anak yang ada di depan sebelah kanan?”,
“Dia namanya..., itu...., apa..., dia..., itu namanya...., siapa ya...., mampus gue”,
“Coba kamu akamaru!”, tunjuk Ibu Yenny
“Saya bu?” jawabku kaget dengan menunjuk jari kearahku,
“Dia itu adalah...., siapa ya...,” jawabku binggung,
“Udah sekarang kalian keruang saya setelah istirahat nanti!”,
“Tapi bu..,”, jawabku bebarengan dengan Rian
“Tidak ada tapi-tapian pokoknya salah satu dari kalian harus menghadap ke ruang ibu!” ucap Ibu Yenny.
Bel istirahatpun berbunyi. Hal yang tak ingin aku inginkanpun harus aku hadapi setelah pelajaran ini. Saat aku baru memasukan buku, Rian mulai melangkahkan kakinya pergi meninggalkanku.
“Eh, lo mau kemana?”, tanyaku
“Gue mau pergi ke ruang bu Yenny dulu ...,”,
“Eh gue ikut ya.” pintaku sedikit ngga enak, walau begitu aku juga ikut bersalah,
“Enggak usah, lo disini aja. Duduk diem yang manis aja”, jawabnya dengan santai.
Setelah itu dia meninggalkanku sendiri di kelas. Dilain sisi semua teman sedang asyik berkenalan, tak seorang pun yang ingin berkenalan denganku. Sampai suatu ketika aku mendengar suara seseorang memanggil namaku.
“Aka! Akamaru Ai!”
ketika aku menoleh, tak kusangka ada seorang cewek yang tahu namaku selain Rian.
“Aka boleh gue pinjem buku Biologi lo?”,
Akupun hanya dapat menganggukan kepala dan memberikan bukuku padanya
“Thank’s”, sahutnya lembut. Dan sembari membalikan badannya kemudian pergi.
“Woy!” suara Rian menyadarkanku,
“Hah? Apa? Ada apa?”,
“Nglamun mulu lo kerjaannya. Ke kantin yuk, gue laper nie. Abis dimarahin abis-abisan ama bu Yenny tadi”,
“Emang bu Yenni Bilang apa aja sama lo?”,
“Yah dia bilang......,”
Saat Rian berbicara, aku termenung dan batin ku berkata, Siapakah nama gadis itu? Siapa namanya? Kenapa gue nyerahin buku gitu aja. Bego. Beberapa saat kemuadian.
“Woy!” suara Rian mengagetkanku,
“Hah, apa lo bilang tadi?”,
“Lo dari tadi ngga ndengerin gue ya? Emang lo ini lagi mikirin apaan sih?”,
“Engga kok, gue ngga mikirin apa-apa”,
“Ah…, masa sih?”,
“Beneran”, “Hayo…, lagi mikirin siapa ni…?”,
“Beneran, lo ini ngga percayaan banget sih lo!”,
“Ya udah, daripada kita mikirin yang ngga-nggak mending kita ke kantin aja. Yuk udah laper berat nih.” sahut Rian sambil memegang perutnya,
“Ok” jawabku dengan santai.
Akhirnya kami pergi ke kantin dengan bersendau gurau. Saat aku sedang berjalan tiba-tiba
“Bruuukkk” seorang cewek menabrakku
“Sorry gue ngga sengaja. Lo ngga apa-apakan?” tanya gadis itu,
“Oh..., gue ngga apa-apa kok.” jawabku sambil tersenyum,
“Sekali lagi maaf ya gue ngga sengaja tadi”,
“Oh..., iya”, jawabku sambil meninggalkannya.
Aku kembali menuju tempat duduk. Dan saat itu aku melihat cewek yang minjem buku biologi gue denga Yudhi. Dan kenapa saat aku melihatnya aku merasa ada perasaan yang mengganjal sampai tiba-tiba,
“Woy! Nglamun lagi..nglamun lagi. Udah cepet makan tuh ntar gue yang ngabisin lho?”,
“Ye.. enak aja, beli ndiri.”
Setelah perut kami kenyang kami kembali ke kelas. Bel akhirnya dibunyikan kamipun siap-siap untuk pulang.
Aku pun keluar dari dalam kelas dengan langkah gontai ku berjalan menyusuri setapak demi setapak jalanan kota dan menuju perjalanan pulang. Sesampainya dirumah
“Aku Pulang.” sahutku,
“Wah.., bagaimana nak sekolahnya? Bagus? Gimana disana? Apakah pelajarannya sulit-sulit? Gimana teman-temannya? Baik-baik?” Tanya ibu membrondongku,
“Ibu, Aka capek. Aka ingin istirahat dulu.” jawabku tak bersemangat.
Ku berjalan menuju kamarku, kurebahkan badanku yang letih ini di ranjang tempat tidur. Mulai kupejamkan mata yang mulai berat ini. Untuk sejenak menghilangkan rasa lelahku.
“Kring…kring…kring…” suara telpon yang membangunkanku dari mimpiku.
“Halo… Akamarunya ada? Ini dari temennya Adrian.”,
“Ya ini gue sendiri. Ada apa lo tiba-tiba telpon gue?.”,
“Oh ini lo Ka. Kirain bokap lo. Ngga gue hanya mau ngajak lo hang out aja mau ngga?”,
“Gue hari ini ngga dulu dech Rian.”,
“Oh ya udah kalo gitu kapan-kapan kalo gue ajak hang out lagi ikut ya?”,
“Oke.”
“Ya udah met mimpi lagi ya sob. Bye”
Telpon pun ditutup
Kembali aku memejamkan mata ini untuk melemaskan otot-otot yang tegang
Telat!
Hari ini ngga seperti biasanya bangun kesiangan. Aku bergegas menuju kamar mandi dan sayangnya kamar mandi masih dipakai adik
“Woy...! yang didalem cepetan dikit geeh. Gue dah telat ini.!” Pintaku,
“Ye kakak ini makanya bangun tu jangan kesiangan ntar ceweknya ngga cakep lho?”,
“Ye..., lo ini tau apa urusan anak gede. Cepet..,cepet..,cepet. Lama amat! Huh”,
“Ye..., pagi-pagi kakak udah marah-marah ntar cepet tua lho”.
Setelah berdebat dengan adikku aku pun bergegas menuju kamarku untuk bersiap-sipa berangkat sekolah.
“Bu Aka berangkat dulu ya”,
“Lho nak..., Ibu sudah buatkan telur dadar kesukaanmu lho”,
“Yah.., buat nanti aja dech bu...”,
“Ya udah sana berangkat”.
Setelah minta uang saku akupun berangkat dengan berlari. Sesampainya di sekolah aku berjalan merindik seperti maling dan wal hasil aku dapat masuk tanpa diketahui oleh penjaga sekolah.
Dan “Doorrr” Rian mengagetkanku,
“Ah lo ini mau bunuh gue.?”,
“He he he lha lo sih jalan pake ngrindik-ngrindik segala, mirip maling jemuran tau.” Ucapnya sambil tertawa,
“Ah lo ini ngga soulmate banget sih sama sahabatnya sendiri.”,
“Eh tadi tu kita baru aja ujian dadakan Matematika dan Biologi tau.”,
“Yang bener lo?”,
“Ye... gue kasih tau ngga percaya.”,
“Mampus gue, gue kan paling sulit memahami pelajaran Matematika. Mampus gue”,
“Yang mampus lo ini juga, he.. he.. he.. ya udahlah lo masuk kelas dulu aja.”
Hari ini hari yang melelahkan bagiku.
Setelah mengikuti ujian susulan dua mapel sekaligus.
“Aku pulang”,
Saat memasuki rumah aku merasa ada yang aneh. Ngga biasanya suasana rumah sepi. Akupun langsung menuju ke kamar. Untuk sejenak mengistirahatkan tubuh ini. Hari ini aku bangun pagi. Dan berangkat seperti biasanya. Saat aku sampai dan melangkah menuju koridor sekolah tiba-tiba
“Pagi kak Aka”,
Seorang cewek menyapaku hari ini. Sepertinya aku mengenalinya dia cewek yang dulu menabraku. Dia tersenyum padaku dan berjalan meninggalkanku.
Bel masuk telah dibunyikan. Saatnya masuk kekelas. Guru pertama yang masuk adalah Bu Yenni.
“Selamat pagi anak-anak”,
“Pagi bu.”,
“Hari ini kita akan membahas....”, pikiranku tak sepenuhnya memperhatikan pelajaran aku selalu bertanya-tanya Siapakah gadis yang menyapaku tadi? Kenapa dia tahu namaku? Dan lain sebagainya. Bel istirahatpun dibunyikan dan
“Aka! Ai!”
Seorang cewek yang dapat membuat jantung ini berdetak cepat saat dia menghampiriku. Seakan jiwa ini tenang, damai. Dan sepertinya aku mengenalnya, tapi siapa? Muncul beribu tanya dalam benakku.
“Aka bolehkah aku pinjam penamu sebentar?”,
“Oh iya sebentar”, aku mencari penaku yang biasanya gampang ditemukan seketika hilang entah kemana. Dan akhirnya aku menemukannya
“Ini”,
“Gue pinjem bentar ya?”,
“Lama juga ngga apa-apa”,
“Lo bilang apa tadi”,
“Enggak tadi aku tanya nama kamu siapa?”,
“Oh namaku Cinta. Cyntia Laudia Cantika Sari”,
“Oh Cinta. Bolehkah aku memanggilmu Cyntia? Karena Aku suka nama itu”,
“Boleh kamu manggil gue Cyntia.” Jawabnya sambil tersenyum meninggalkanku.
“Hoy!”,
“Akh lo ini seneng banget bikin gue kaget”,
“Ya maaf. Ngomong-ngomong lo udah kenal cewek tadi? Namanya........”,
“Cyntia Laudia Cantika Sari” jawabku memotong pembicaraan Rian,
“Lho kok lo dah tau”,
“Barusan dan lo dah basi ngomongin itu”,
“Ya udah kalo gitu lo udah tau siapa cewek yang dulu nabrak lo dulu.”,
“Emang lo kenal?”,
“Cecilia Putri Kusuma panggilannya Putri.”,
“Emang lo kenal dimana?”,
“Dia adik gue.”,
“Hah, dia adik lo!?” jawabku dengan mata terbelalak,
“Ya. dan lo tau dia sering curhat tentang lo setiap harinya. Gue pusing ndengerinnya”,
“Masa’ sih adik lo sering curhat tentang gue”,
“Iya. Gue aja masih inget bener apa yang dia curhatin sama gue.”,
“Ehh, apaan aja gue pengen tau dong”,
“Ngga boleh. Karena adik gue yang minta jangan cerita sama lo”
Bel sekolah akhirnya telah dibunyikan, saatnya murid-murid pulang. Saat teman-temanku pulang kerumah mereka masing-masing, hanya aku saja yang belum pulang. Aku pergi ke belakang halaman sekolah, dan duduk di pohon besar yang rindang. Mereka semua menamakan pohon ini sebagai pohon cinta. Aku tak tahu mengapa mereka menamainya pohon cinta, mungkin nama itu diambil karena daunnya berbentuk seperti hati. Dan aku juga suka duduk disini. Tak tahu mengapa aku selalu damai jika aku berada disini. Dan aku melihat Cyntia dengan Mudhi di kejauhan. Saat aku melihat Cyntia dengan Mudhi tersebut mengapa tiba-tiba aku merasa jeoluse melihatnya. Tak tahu mengapa. Akupun beranjak dari tempat dudukku dan mulai pergi dari hadapan mereka berdua dan pulang kerumah.
Kesokan harinya aku berangkat sekolah bersama Rian. Mengikuti pelajaran sepertia biasanya. Dan bel istirahat telah berbunyi. Rian dan aku berjalan menuju kantin di tengah-tengah perjalanan langkahku tiba-tiba terhenti melihat Cyntia berjalan menujuku.
“Hai Aka. Maaf ya pena yang dulu gue pinjem hilang. Dan sebagai gantinya gue udah beliin lo pena yang baru. Nih” ucapnya sambil menyodorkan pena, aku hanya terdiam jantungku berdetak 40 kali lebih cepat.
“Aka?” Sahutnya sambil melambaikan tangannya kearahku untuk menyakinkan bahwa aku ini sadar atau tidak. Tiba-tiba dia menyentuh keningku dan dia berkata
“Lo sakit Aka.”,
Sial dia kira aku sakit tapi tak apalah.
Cyntiapun pergi meninggalkanku bersama Rian. Sesampainya di kanti aku melihat Cyntia bersama Yudhi. Tapi dia seneng-seneng aja sih sama dia. Aku merasa jelouse saat melihatnya. Jadi aku putuskan untuk menjauh dari pandangannya.
Saat aku pergi menjauh tiba-tiba Rian memanggilku
“Aka”,
“Ada apa ian?”,
“Lo dah tau, kalo si Mudhi Cowok yang paling keren, tajir, dan ganteng itu. Dia barusan ngungkapin perasaannya sama Cinta. Dan lo tau apa yang Cinta jawab?”, Saat Rian bicara seperti itu aku sudah menduganya pasti Cyntia akan menerima cintanya. Tapi dugaanku salah saat Rian Berkata
“Dia menolaknya mentah-mentah dihadapan umum”, Aku langsung shock saat mendengar jawaban tersebut. Kemudian muncul seribu tanya dalam benakku, kenapa dia menolaknya? bukankah cewek suka cowok tajir ganteng dan keren? Kenapa? Kenapa?. Perkataan Rian masih teringat dalam benakku.
Kini aku bukan anak kelas satu lagi. Yah aku cukup berterima kasih karena aku bisa masuk kelas 2 IPA. Dan nggak aku sangka aku masih bisa sekelas dengan Rian Sahabatku, dan cewek yang aku cintai Cyntia.
Hari ini aku berangkat pagi-pagi sekali. Dan hari ini hanya sahabatku saja yang menyapaku. Sepertia hari-hari biasanya aku mengikuti pelajaran seperti biasa. Bel istirahat di bunyikan.
“Woy ka, ke kantin yuk.”,
“Gue lagi males nih”,
“Males kenapa?”,
“Ya males aja”,
“Hayo.... Males apa males?”,
“Beneran males”,
“Ya udah gue ke kantin dulu ya.”,
Aku menganggukan kepala untuk mengiyakan pertanyaannya. Saat aku berjalan-jalan mengelilingi Sekolah, aku melihat Cyntia bersama Mudhi cs. Melihat Cyntia berduaan bersama Mudhi, inginnya aku menyayat hatiku dengan pisau. Saat Cyntia menoleh kearahku, akupun langsung pergi dari pandangannya.
Telat lagi!
Aku benar-benar terlambat. Dan jam hampir menunjukan pukul 7. Dan aku masih terbaring di ranjang tempat tidurku. Tak mungkin aku dapat menyiapkan diri untuk pergi kesekolah. Untuk mandinya saja paling cepet seperempat jam, belum lagi pake baju, sarapan plus nunggu angkutan. Mungkin aku sampai di sekolah jam 9.30. mending bolos sekalian aja. Iya ngga. He he.
Inilah asyiknya giliran orang pada berangkat sekarang kita yang ngga berangkat. Kembali kurebahkan raga ini dan mulai kupejamkan mata kembali. Tapi giliran ingin tidur mata ini ngga mau, eh giliran bangun susahnya setengah mati. Lebih baik aku baca buku. Saat aku membaca buku, akku teringat seseorang. Cyntia, saat mendengar nama itu aku mulai semangat lagi. Cewek yang sangat aku cintai. Entah sejak kapan perasaan ini muncul. Yah kali ini mandik bebek ngga masalahlah, aku pun mulai memasukan buku yang akan aku bawa, minta uang sama ibu, dan langsung cabut. Sesampainya di sekolah. Untungnya pas dengan dibunyikannya bel masuk. Akupun segera berlari menuju koridor sekolah dan langsung menuju kelas. Saat itu Rian juga terlambat dan wal hasil kita berdua di hukum karena terlambat. Kita berdua disuruh berdiri di tiang bendera sampai istirahat selesai. Akhirnya kita berdiri di tiang bendera. Sudah 2 jam kami berdiri dan bagiku dua jam seperti berdiri selama 2 tahun. Saat itu Rian hampir pingsan karena dehidrasi terlalu lama berdiri. Detik-detik saat aku akan pingsan
“Kak Aka” aku mendengar suara yang memanggilku,
“Ini kak gue beliin minuman biar kak Aka ngga haus.”,
“Makasih ya Putri.”,
“Putri, lha kak Rian mana? Masa’ sama kakaknya sendiri ngga perhatian.”,
“Kak Rian minum ini aja ya.”,
“Aka minumnya Es teh masa’ giliran Kakak minumnya Air putih.”,
“Kak ngga usah protes! Udah minum aja!”,
“Udah-udah ini gue kasih.” sahutku melerai mereka berdua,
“Tapi kak..., itukan buat....,”,
“Udah kak Aka ngga apa-apa kok.”,
“Asyik akhirnya minum esteh.”, Saat Rian akan meminumnya Putri langsung mengambilnya dan pergi dengan wajah marah,
“Sini esnya!”,
“Lho kakak kan belum minum dek?”,
“Kakak beli aja sendiri!”, jawabnya meninggalkan kami,
“Cecil!.” Panggilku, putri pun menoleh,
“Makasih atas perhatianmu ke Kakak.”
Tiba-tiba putri tersenyum dan mukanya memerah. Sudah 4 jam lebih kami berdiri dan hukuman kamipun telah selesai. Sore ini aku ada ekskul basket.
“Aka ada Adrian temen kamu tuh”, suara ibu memanggilku
“Oh iya bu Aka sedang ganti baju.” Akupun keluar dan langsung berangkat dengan Adrian.
“Ibu Aka pergi dulu”,
Setelah berpamitan kami langsung berangkat. Setelah sampai di sekolah kamipun langsung latihan. Setelah selesai semuanya aku tidak langsung pulang. Aku berjalan menuju pohon cinta. Saat sedang duduk, hujanpun turun. Dan setiap tetes hujan bagiku sebagai berkah dan mengingatkan pada saat aku masuk di sekolah ini. 1 tahun yang lalu aku bertemu seorang gadis disini. Pada saat itu aku telat mengikuti MOS. Dan saat aku bertemu dengan gadis yang manis dialah sang Putri Strawberry.
Saat itu aku sedang dihukum oleh kakak pembina karena aku terlambat mengikuti MOS dan di tugaskan untuk mengambil 2500 daun cinta. Karena aku terlambat 25 menit. Saat aku menuju pohon cinta tersebut aku melihat dalam kabut seorang cewek sedang duduk melihat dahan pohon cinta. Hanya dia saja yang belum selesai mengumpulkan 150 daun cinta. Dan aku ditugasi untuk mengambil 2500 daun cinta dari pohon yang sama. Semula aku berfikir kami akan saling berebut untuk mengambil daun cinta yang terjatuh. Tapi dugaanku salah, dia yang telah terlebih dahulu mengumpulkan daun cinta membaginya padaku sambil tersenyum.
Setiap daun cinta yang terjatuh kami ambil bergiliran. Tahu berapa lami kami mengumpulkanya? Hampir satu minggu! Saat itu daun cinta yang aku kumpulkan masih sangat kurang sedangkan yang dia kumpulkan sudah cukup, kupikir aku akan mulai sendirian duduk disini menunggu daun cinta yang terjatuh. Tapi aku salah perkiraan lagi
“Mana kantungnya” ujar Strawberry saat itu.
Dan kemudian diraihnya kantung yang berisi daun cinta yang telah dia kumpulkan dengan susah payah.
Aku mulai bingung, belum sempat aku bertanya dia menarikku menuju kakak pembina yang memberi tugas pada kami.
“Gimana sudah selesai? Mana hasilnya?” ujar kakak pembina dengan nada galak dan jutek
Dengan rasa percaya diri disodorkannya kantung plastik yang berisi daun cinta penuh. Dia menengok kearahku dan tersenyum.
“Kenapa hanya empat kantung? Kantung yang lainnya mana?” tanya kakak kelas dengan nada membentak.
Akupun tak bisa tinggal diam melihat strawberry di perlakukan seperti itu.
“Kami selalu berebut setiap ada daun yang terjatuh jadi kami putuskan untuk mengumpulkannya bersama”
Sahutku membela Strawberry dengan tenang.
“Apa kakak mau, setiap helainya kami bagi dua? Kamikan hanya berdua sementara daun yang terjatuh hanya satu helai..., dan diambil dari pohon yang sama juga”,
“Tapi kaliankan bisa bergantian! Pake otak lo!”,
“Justru itu saya pikir enggak mungkin mengumpulkan 2650 helai dalam waktu 3 hari dan dari pohon yang sama, kakak tahu itu kan? Dan sekarang juga bukan musimnya daun untuk gugur” jawabku sambil tersenyum
“O...o..o.. udah muali berani ngajarin gue ya? Woy namanya juga hukuman mana ada yang gampang! Sudah gue ngga mau memperpanjang masalah ini. Pada intinya kalian enggak dapat menyelesaikan tugas ini. Sekarang kalian berduan mendapat tugas berikutnya. Buatlah baju dari daun-daun yang telah kalian kumpulkan dan kali ini hanya ada waktu 3 hari. Jadi waktunya pas satu minggu, Jelas?!”,
Sebelum kami menjawab kakak pembina meneruskan kata-katanya
“Dan kali ini saya ngga mau ada alasan lagi!”
Saat itu dia merasa keberatan dia ingin membantah, dan akupun sama. Namun aku segera memegang tangannya dan menariknya untuk memberi tanda agar tidak melawannya dan menurutinya.
Karena daun yang di butuhkan masih cukup banyak, dan daun yang kami kumpulkan belum cukup untuk membuat sebuah baju jadi kami memutuskan untuk menunggu setiap helai daun cinta yang jatuh, sambil merangkai tiap helai caun cinta membentuk sebuah baju. Maka seminggu itu kami pulang sore. Aku patut berterima kasih kepada “Strawberry” karena dia telah menolongku. Dan tak seharusnya dia ikut-ikutan mengerjakan tugas ini karena sebenarnya daun yang dikumpukan sudah cukupkan? Tapi dia telah menolongku.
Aku menghela napas panjang setelah mengingat kembali masa lalu yang ada hubungannya dengan pohon cinta. Siapa sangka, kini aku merindukannya. Entah rasanya sama saat aku merindukan Cyntia.
Aku junga masih teringat ketika dia memakai gaun itu dan aku berkata
“Aku suka Putri yang cantik dan manis! Bukan putri seperti Cinderella yang memakai sepatukacanya tapi Putri yang biasa saja dengan memakai gaun dari daun cinta”
Saat aku mengatakannya kami tertawa bersama. Lalu aku memegang tangannya seperti Film-film sembari berkata
“Izinkanlah Pangeran Matahari berdansa dengan Putri Strawberry yang cantik ini”
Dan untuk pertama kalinya aku berdansa bersama seorang cewek yang tak ku ketahui wajahnya. Karena tertutup topeng. Dan dia juga tak mengetahui wajahku karena aku memakai topeng juga. Memang agak terlihat konyol atau romantis? Aku tak tahu aku hanya tersenyum saja. Setelah kami lelah berdansa, aku memberikan sebuah kotak berisikan permen. Walau harganya tidak begitu mahal tapi aku suka permen ini . Marbles permen yang aku suka dari kecil sampai sekarang.
“Apakah isi kotak ini Pangeran?”,
“Buka saja” ujarku. Saat dia membukanya ternyata dia menyukai pemberianku.
“Terima kasih pangeran.”, sahutnya waktu itu, Saat dia mengatakan kata
“Terima kasih”
Aku terus memandanginya dan berkata.
“Aku ingin Putri sepertimu”,
“Benarkah?”,
“Ya, tentu”,
“Kalau begitu aku juga ingin pangeran sepertimu” jawabnya sambil tersenyum padaku.
“Putri Strawberry bolehkah aku melihat wajah aslimu di balik topeng itu?”,
“Kamu harus mencarinya sendiri. Biarkanlah hatimu menuntunmu ke padaku. Karena aku pasti akan mengenalimu nanti. Setuju!”,
“Setuju!. Tapi seandainya kalau aku tak mengenalimu beri tahu aku ya putri? Dan yakin tidak ingin ngliat wajah pangeran Matahari yang biasa-biasa ini?” candaku
Waktu akan aku memberikan baju tersebut kepada kakak pembina. Tiba-tiba dia memegang tanganku dan meletakkan telunjuk kirinynya di bibirku. Sambil berkata
“Bolehkah aku meminta satu senyumanmu saja.”, ujarnya.
Aku pun tersunyum untuknya.
“Terima kasih. Senyumanmu akan selalu ku simpan di sini” sahunya sambil menunjuk dadanya.
Saat sedang duduk mengingat masa laluku tiba-tiba Mudhi mendekatiku dan memukuliku bersama empat temannya. Aku tak tahu masalahnya apa tiba-tiba saja dia memukulku dan berkata
“Lo ini anak miskin! Kampungan!. Jadi jangan banyak tingkah!.”,
“Maksud lo apaan Dhi?” tanyaku tak paham,
“Alah lo ini pura-pura bego atau apaan!”,
“Gue beneran ngga tahu masalahnya”,
“Bego banget sih lo ini!. Dika!, Roy! Pegang dia!”,
“Woy! apa-apaan n...., Uhuk!”,
Mudhi langsung memukuliku tanpa belas asih
“Uhuk...., Hah hah hah, Uhuuukk”
Saat itu mataku mulai kabur dan aku mulai kehilangan kesadaran. Beberapa kemudian aku mulai sadarkan diri dan aku tak tahu sejak kapan aku terikat di pohon ini. Aku berteriak minta pertolongan. Sampai aku kelelahan karena badanku mulai membeku. Aku berteriak sekuat tenaga tapi tetap saja tidak ada yang mendengarku. Sampai salah satu daun dari pohon cinta itu jatuh. Katanya jika daun cinta ini jatuh dan siapapun yang mengambilnya kemudian meminta permohonan akan di kabulkan. Aku sepenuhnya tak percaya tapi akan aku coba
“Tuhan tolanglah aku. Selamatkanlah aku. Aku ingin pulang Tuhan.”
Saat aku meminta permohonan aku melihat seorang gadis berlari mendekatiku. Dan disaat itu aku kembali tak sadarkan diri. Di antara sadar dan ngga aku merasa Cyntia mencium keningku. Coba kamu bayangin gimana rasanya di cium sama orang yang kita cintai.
Saat aku sadarkan diri, aku melihat seorang wanita berparas cantik.
“Kakak ini siapa? Di…dimana aku? Aku harus pulang sekarang kak karena Ibu mengakhawatirkanku.”,
“Udah kamu tenang dulu. Saya Yuki kakaknya Cyntia. Tadi Cyntia dan Rian yang bawa kamu kesini. Dan tadi Rian yang nggantiin baju kamu. Dan Cyntia tadi telpon kerumah kalau kamu baik-baik saja.”
Jadi cewek ini kakaknya Cyntia. Kalau di perhatiin cukup mirip sih dengan Cyntia tapi namanya seperti aku nama jepang. Kayaknya orangnya ramah, dan baik, pikirku.
“Jadi Cyntia sama Riannya mana, kak?” tanyaku,
“Cyntia dia diluar sedang ganti baju dan Rian langsung pamit pulang. Dari tadi dia nungguin kamu aja disini dia kayaknya khawatir dan panik banget… oh ya kamu ini temennya atau….?”,
“Saya temen sekelasnya, kak. Nama saya Aka.”,
“Oh Aka…, Akamaru Ai maksud kamu? Oh jadi kamu ternyata orangnya pantesan…”,
“Iya kak, Cyntia biasa panggil saya Akamaru. Tapi kebanyakan temen-temen panggil saya Aka aja. Kok kakak bisa tahu nama saya?”,
“Mmmmm….. Enggak,Cyntia pernah cerita-cerita aja tentang temen-temen sekelasnya. Bukan apa-apa kok. Ya udah kamu istirahat dulu. Meskipun kamar cewek yah lumayan Rapi dan bersihkan? Nanti kalau udah mendingan nanti Cyntia kakak suruh nganterin kamu pulang.”,
“makasih kak.”, Ucapku.aku sedikit bertanya-tanya,
Cyntia cerita tentang aku ke kak Yuki? Cerita tentang apa? Dan kenapa kak Yuki guggp banget waktu aku nannya kenapa dia bisa tau namaku Akamaru?. Akh yang penting aku bahagia bisik hatiku. Sambil tersenyum.
Oh iya tadi kak Yuki bilang ini kamar cewek? Berarti ini kamarnya Cyntia? Jadi ini kamarnya Cyntia? Aku ada dikamrntya sekarang?! Apakah aku bermimpi? Seumur-umur aku ngga perrnah ngebayangin bisa ada di kamar orang yang aku cinta!
Ku pandangi sekeliling isi kamar ini, ya memang sangat rapi dari kamarku dan saat aku memandangi setiap sudut. Aku melihat benda yang sepertinya aku pernah melihatnya. Itukan penaku yang aku pinjamkan tempo hari pada Cyntia? Tapi kenapa pena itu ada disini? Bukanya Cyntia bilang kalu Pena itu hilang?. Sebuah pena yang di gantung sangat indah di satu sisi tembok dan di sisi kanannya ada lukisan seorang cowok sedang tersenyum.
Dan dibawah lukisan tersebut tertulis
“Aku berharap semua akan menjadi kenyataan.” Lalu ada sebaris angka, ‘230707’.
Aku mengamati lukisan tersebut dan lukisan itu... lukisan itu adalah... Aku?? Oh My God! A..apa artinya? Da...dan kenapa aku? Apa dia ingin aku tersenyum? Senyum yang nyata! Dan tidak hanya dari lukisan saja, sekarang aku menegrti.
“Aku selalu tersenyum untukmu Cyntia” gumamku.
Aku mengambil baju seragamku dan bergegas membuka pintu kamar dan.....
Ups! Jantungku berdetak 10.000 kali lipat. Tahu kenapa? Cyntia berdiri passssss dihadapanku! Jaraknya mungkin Cuma 5 cm, bisa di bayangin gimana groooginya aku saat ini. Benar-benar Grogi!.
“E.... gue.. gue harus...gue harus pulang sekarang dan makasih untuk semuanya.” Kataku,
“Dan... dan kalo lo ngga dateng, gue ngga tahu apa yang akan terjadi sama gue”
“Ya udah gue anterin pulang nanti lo kenapa-napa lagi” jawabnya dengan lembut denga tersenyum.
Aku berfikir, apa dia nggak grogi sedikitpun?.
Apa? Apakah aku benar-benar duduk di mobilnya Cyntia. Setahuku belum ada seorangpun yang pernah duduk di dalam mobil ini. Itu artinya... aku... aku yang pertama. Adakah orang yang sebahagia diriku saat ini?
“Harusnya gue ngga bilang sama Mudhi.” Ujarnya lirih,
“Apa? Lo tadi bilang apa barusan? Cerita apa?”
“Akh..., bukan apa-apa kok, tadi lo diapain aja sama Mudhi?” tanyanya mengalihkan pembicaraanku.
“Ya mereka bentak-bentak gue. Gue ngga ngerti apa masalahnya, gue di bilang anak miskinlah, kampunganlah, dan udah gitu dia mukulin gue, dan begitu sadar gue udah di iket” tuturku sambil mengingat kejadian sore itu.
“Dimana mana yang dipukul?”,
“Di sini” jawabku sambil menunjukan pipiku, dia menyentuh pipiku
“Masih sakit?”,
“Adududu.....!”
Saat aku menjerit kesakitan Cyntia menghentikan mobilnya seketika dan menciumku. Saat Cyntia menciumku aku membatin
Apakah aku mimpi, Cyntia mencium aku. Gimana rasanya kalau seseorang yang amat kita cintai menciummu. Pasti terkejutnya bukan main.
“du...duhh”,
“Sorry tadi gue refleks.”,
“Ya ngga apa-apa kok”
Tanpa terasa, Rumahku udah keliatan, kok cepet banget ya? Pura-pura ngga tau aja akh.
“Akamaru rumah lo yang mana? Gangnya benerkan?”,
“Yang mana ya.?”,
“Lho rumah sendiri kok lupa?”,
“Eh stop...,Stop... ini rumah gue” kataku.
Cyntia menghentikan mobilnya.
“Mampiir Dulu? Cyntia yah walaupun rumahku sederhana” tawarku padanya sambil tersenyum,
“Lain kali aja, lo harus istirahat dulu. Oh iya tadi perasaan kita udah lewat jalan ini deh.”,
“Akh…, Masa’ sih? Mungkin gue ngga lihat kali ya”
Cyntia Tersenyum dan menganggukan kepalanya.
Akupun memasuki pekarangan rumahku. Dan Cyntia baru kembali menjalankan mobilnya, setelah aku memasuki pekarangan rumah.
Mungkin aku bakal terkena flu berat ditambah pipiku juga masih memar. Aku Cuma takut ketahuan ibu.
Istirahat, tidur terus, bosen. Ibu tak memperbolehkan aku untuk melakukan begitu banyak aktivitas.
“Kamu belum sehat nak, nanti jatuh, awas kepleset, jangan banyak gerak” Aduhhh sampai kapan coba aku di perlakukan seperti anak cewek yang kena penyakit berat yang ngga bisa ngapa-ngapain. Boseeeeennnn, aku mau ketemu Cyntia dan sahabat gue Rian.
Setelah kejadian dihari itu aku jatuh sakit. Dan aku harus istirahat dirumah selama beberapa hari. Awalnya aku memaksakan diri untuk berangkat, tapi ibu melang. Dan bagaimanapun ibu pasti menang. Akhirnya aku harus tinggal dirumah hari ini. Ya ngga apa-apa deh yang penting ngga ke dokter.
“Kriiing...kriiing...kriiing...” suara telepon berbunyi. Segera aku angkat dan....,
“Hallo Aka??” kudengar dari ujung telepon dan suara yang tidak asing lagi bagiku. Siapa lagi kalo bukan Rian.
“Iya..., Ada apa lo telepon gue.”,
“Ya kan sebagai sahabat terbaik lo dan sebagai cowok ganteng dan di gilai para cewek-cewek....”,
“Ye... yang ada tu cewek-cewek pada bilang kalo lo gila. Karena lo di gila-gilain cewek. He... he.. he..” jawabku memotong perkataan Rian,
“Yah lo ini bukannya dukung agar bisa terjadi. Eh..., malah dikatain. Dasar orang ganteng.”,
“He..he..he.. baru nyadar lo kalo gue ini ganteng. By the way lo telpon ada apa”,
“Gini gue itu mau tanya keadaan lo. Kenapa lo udah seminggu lebih belum keliyatan batang idungnya sedikitpun. Lo ngga tau sih betapa repotnya gu, semua temen sekelas lo tu pada tanya ke gue tauuu...??”,
“Tanya apa?”,
“Tanya lo ini sakit apa kok udah seminggu lebih ngga masuk-masuk. Emangnya lo ini sakit apa sih ka?”,
“Gue Cuma demam biasa kok. Lo ngga usah khawatir”,
“Akh gilllaaa masa’ Cuma demam biasa aja bisa ngga berangkat sampe seminggu lebih. Ngga mungkin.”,
“Ya udah kalo ngga percaya.”,
“Setahu gue ya kalo demam biasa itu ngga sampe.....”,
“Kalo udah ngga ada yang perlu di bicarain gue tutup telponnya dan disini juga bukan tempat untuk curhat.”
“Tapi.. tapi...”,
“Daaahhhh”,
“Soal Cinta!”,
Hah tadi rian bilang tentang Cyntia. Apa ngga salah denger aku ini.
“Halo...halo...halo... ini kantor polisi cepat ceritakan semua yang anta ketahui tentang target tersebut” sahutku,
“Tuut....tuut....tuut...”,
“Halo ian Rian,”,
“Ha..ha..ha.. katanya ngga mau ndengerin curhatan gue yang ngga bermutu ini?”,
“Enggak kok? Gue ngga bilang gitu.”,
“Akh masa’ sih”,
“Iya beneran, lo mau curhat sampe pagi ayuuuk”,
“Beneran?”,
“Iya. Cepetan ada apa dengan Cyntia”,
“Hah kok mbahasnya Cyntia sih”,
“Kan tadi lo bilang ini tentang Cyntia”,
“Siapa yang bilang, salah denger mungkin lo”,
“Gue tutup nih!”,
“Ye jangan sewot geeh...”
“Ya udah kita mulaiiii”
“Huuuuh..., dasar ada maunya.”
“He...he...he...”
“Jadi gini lho sebenernya Cyntia tu yang nyuruh gue buat telpon lo.”,
“O.... jadi lo telpon gue di suruh sama Cyntia? Bukan Inisiatif lo sendiri”, (Pura-pura marah, padahal hatinya sedang gembira banget)
“Ngga gitu juga, Gue tuh emang punya rencana buat telpon lo kalo ngga ke rumah lo, tapi kalo kerumah lo gue ngga bisa., jadi gue telpon aja”,
“Ya ya ya..., gue percaya, gue percaya. Terus dia bilang apa lagi. Dan kenapa kok dia ngga langsung kerumah atau telpon langsung ke gue.”,
“Karena dia tu......” !!! (Tutttt....tuttt...tuttt... telpon mendadak mati!)
Besok aku harus berangkat bagaimanapun caranya aku harus berangkat sekolah…. Sekolah! Sekolah! Sekolah!
“Aka kamu mau kemana? Kamu kan masih sakit nak?” ujar Ibu,
“Yam au sekolahlah bu, Aka bosen dirumah terus terus, lagian aku udah semboh kok bu, boleh ya bu…, Tolong bu… ya..ya..ya..?”
Emang harus gini kalau mau ngrayu Ibu.
“Tapi nak, kalau kamu paksain sekolah bisa-bisa badanmu bisa tambah sakit.” Ibu terus mengingatkanku.
“Tenang aja bu, Aka ngga selemah yang ibu pikirin kok. Apa lagi Aka inikan anak Cowok” (Mulai deh aktingnya. Bo’ongnya muali keluar. Kalo ngga gini Ibu ngga akan ngizinin.),
“Iya kak Aka enggak usah sekolah dulu, mending istirahat dulu”,
“Adikku yang cakep makasih ya atas perhatiannya.”,
“Ye kakak kalo di omongin gitu mulu, malesss”,
“Udah ya bu Aka pergi dulu.”,
“Sebentar nak Ibu anter aja ya”
“Enggak usah bu, mendingan ibu jaga toko aja, Aka naik angkutan umum ajalah”, Aku pergi dengan tergesa-gesa.
Aku mulai berjalan menyusuri koridor sekolah, menuju kelasku dengan semangat yang membara. Engga perduli aku bakalan ketemu sama Mudhi atau siapapun! Aku ngga takut!. Aku akan kembali membuka lembarun baru lagi, aku harus memperjuangkan cintaku dan dengan tersenyum tentunya, meski aku tak tahu apa yang sudah terjadi salam dua minggu ini. Dan saat aku masuk kelas ,duduk di bangkuku yang bersebelahan dengan Rian. Sampai bel masuk berbunyi aku belum melihat Rian dan Cyntia. Aku bertanya dalam hati. Kemana si Rian dan Cyntia? Apa yang telah terjadi dalam dua minggu ini?. Pertanyaan itu terus berputar di benakku. Sampai-sampai..,
“Akamaru Sifierus Ai!” teriak Bu Yenny memanggilku,
“Iya saya bu”,
“Aka kerjakan soal yang ada di depan. Sekarang, cepat!”
“Iya bu.”,
Untung aku ahli dalam pelajar biologi jadi nggak usah khawatir. Bel istirahatpun berbunyi. Saat aku keluar dari kelas, berjalan ke kelas XI IPS 1 untuk menemui adiknya Rian, Putri. Belum sampai kelas XI IPS 1, aku bertemu dengan Putri,
“Cecil!”,
“Kak Aka?!” sahutnya sambil berlari menuju kearahku dan memelukku,
“Aduuuuuuhh..., Cecil lepasin kakak Aka geeh. Malu akh di liayatin orang.”,
“Kak Aka kenapa baru masuk Putrikan kangen sama kakak. Karena kakak udah aku anggep seperti kakakku sendiri.”,
“Maaf ya Putri kakak baru masuk sekarang, kakak kemarin sakit.”,
“Oh My God sakit apa kak? Kenapa ngga telpon Putri?”,
“Iya deh iye kakak minta maaf lagi , karena ngga ngasih tau sama Putri kalo kakak sakit, emang kak Rian ngga bilang sama kamu?”,
“Engga kak. Huh dasar kak Rian!”,
“Oh gitu ya.., Mmmmm..... ngomong-ngomong kak Rian kok ngga berangkat hari ini. Dia kenapa?”, tanyaku mengalihkan pembicaraan
“Oh kak Rian. Dia kemarin di panggil keruang BK. Aku ngga tau masalahnya apa, yang pasti dia baru berantem sama Mudhi cs anak XI IPS 4 itu. Mukanya Mudhi cs dan kak Rian bonyok gitu dan kak Rian di Skors 3 hari dan Mudhi cs di skors 4 hari. Gitu kak, emang kakak ngga tau?”, Tuturnya
“Engga, kakak ngga tau. Nanti sepulang sekolah kakak ikut putri ya kerumah, kakak mau ngobrol sama kak Rian.”,
“Siiiip kak.”, jawabnya dengan santai Seperti watak kakanya,
“Ya udah kakak ke kelas dulu ya...” ucapku sambil tersenyum,
Putri tersenyum dan menganggukan kepalanya.
“Ting... ting... ting... ting... ting...”
Suara bel pelajaran telah berakhir dimulai. Akupun bergegas menuju kelas XI IPS 1 untuk menemui Putri.
“Kak Aka! Putri disini kak!”, teriak putri dibelakang ku,
“Oh.. kirain kamu udah pulang.”,
“Belumlah kak, ayo cepetan katanya mau kerumah Putri. Putri udah telat pulang kerumah nih. Nanti dimarahin Papa lagi.”, ujarnya sedikit takut,
“Iya iya maaf, kakak minta maaf. Ayo cepat kita jalan”.
Kami berdua berlari menuju parkiran dan,
“Hei kak sini! Ngapain ke parkiran sepeda motor.”,
“Lho bukanya kamu naik motor?”,
“Aku udah ganti mobil, baru dibeliin Papa seminggu yang lalu. Cepet kesini.”,
“Iya iya.”,
Setelah sampai di pakiran mobil, aku berangkat menuju rumah Rian.
“Eh kak, Putri boleh tau ngga.”,
“Tau apa?”,
“Kakak ini udah punya cewek belum sih?”,
“Kakak belum punya. Emang kenapa Put?”,
“Enggak, enggak apa-apa kok aku Cuma tanya doang”
Sesampainya di rumah Rian.
“Ayo kak masuk dulu.”,
“Iya iya”
Saat ku masuki rumah keluarga Rian melihat barang antik dan foto keluarganya. Dan ruang tamunya yang begitu besar. Dan memang keluarga Rian adalah keluarga oarng kaya. Karena ayahnya mempunyai 5 perusahaan.
“Masuk aja kak di kamarnya kak Rian dia ada di kamar kok.”,
“Oh iya Put, makasih”,
“Sama-sama” jawabnya sambil pergi menuju kamarnya yang letaknya tak jauh dari kamar Rian.
Saat aku akan membuka pintu kamar Rian, aku mulai menarik nafas panjang dan muali ku buka pintu kamarnya.
“Hai ian.”,
“Oh lo ka, masuk.” Jawabnya tak bersemangat,
Ku mulai berjalan menuju ke tempatnya.
“Ada apa ka?, tumben lo mampir kesini”,
“Enggak, gue Cuma ingin ngobrol sama lo.”,
“Tentang apa?, pasti tentang itu.”,
“Iya, gue mau ngobrolin tentang itu.”, jawabku.
“Emang lo ada masalah apa sih sama Mudhi cs? Sampai-sampai lo berantem sama dia?”, tanya ku,
“Enggak, gue nggak ada masalah sama dia.”,
“Rian, lo jangan bo’ong sama gue, gue ini sahabat lo bukan salah satu dari mereka.”
“Emang gue ngga punya masalah sama mereka, tapi mereka yang udah buat masalah sama gue.”,
“Maksud lo?”,
“Iya jadi gue nggak trima! kalo sahabat gue sendiri di caci maki!, emangnya dia siapa!. Jadi gue samperin kelasnya dan gue hajar semua orang yang udah nyakitin lo dan udah ngroyok lo tanpa belas asih!” jawabnya keras,
“Iya gue tau thank’s atas semuanya, tapi kita bisa ngomongin masalah ini dengan kepala dinginkan. Dan dari mana lo tau kalo gue di kroyok sama Mudhi cs. Dan dari mana lo tau kalo gue di maki anak miskin.”,
“Tapi dia tu nggak bisa di biarin gitu aja. Dan... dan gue tau dari... dari...”,
“Cyntia?”,
Rian hanya menganggukan kepalanya,
“Dan lo tau, kenapa Cinta ngga berangkat tadi?”,
Aku menggelengkan kepala,
“Dia..., dia telah di jodohin sama Mudhi kemarin. Dan beritanya udah menyebar di seluruh sekolah dan beritanya ada di mading sekolah.” Ujarnya.
“Apa?! Cyntia dijodohin sama Mudhi!”
Saat Rian berkata seperti itu, hatiku terasa sakit.
“Dan lo tau beberapa hari lagi mereka berdua akan bertunangan.”,
Hatiku lebih sakit saat mendengar ucapan Rian.
“Aku mengerti sekarang? Aku mengerti sekarang Rian?”,
“Mengerti apa?”,
“Nanti akan aku beritahu setelah lo berangkat.”
3 hari telah berlalu. Kini aku berangkat bersama Rian. Setelah berpamitan aku berangkat dengan Rian dengan Mobilnya yang sudah dimodifikasi oleh aku dan Rian sejak 3 hari yang lalu. Saat mencoba mobil yang baru dimodifikasi dua hari yang lalu. Kami mencoba kecepatannya dan mencoba Hidroliknya. Tapi saat aku menaikinya tak kusangka Rian menambahkan Music player otomatis yang telah di pasang rapi. Dan kami mulai berangkat menuju sekolah.
Sesampainya di sekolah, aku dan Rian berjalan dengan bersendau gurau seperti biasanya menuju kelas kami. Dan kami sampai dikelas kesayangan, kami berdua menuju bangku kami masing-masing. Sampai suatu ketika saat Rian duduk di bangku dan meletakan tasnya didalam meja tiba-tiba ada yang mengganjal tasnya Rian saat Rian mengambil sesuatu barang dari dalam meja ternyata setangkai bunga serta surat.
“Apaan tuh ian?”,
“Nggak tau nih, sapa lagi yang ngasih ginian sama gue.”
“Eh ini ada suratnya juga lho.”,
“Isinya apaan ka?”
“Dalam surat ini hanya terdapat sebuah kalimat Aku hanya ingin bersamamu. Salam, Pengaggum rahasiamu. Wih.. wih.. wih.. Rian sekarang jadi idola cewek nih...”
“Ha.. ha.. ha.. lo ini ka. Baru tahu lo kalo gue ini idaman para cewek.” Candanya,
“Eh.., bentar dulu, lo jangan sombong dulu. Mungkin aja ini dari cowok jadi-jadian lagi alias bencong. Ha.. ha.. ha..” Candaku kepadanya,
“Awas lo ya ka.. gue jitak pala lo sini!”
“Ayo sini jitak nih pala gue”
“Awas lo ya.., gue tangkep lo”
Kami berdua kemudian kejar-kejaran. Sampai tak terasa bahwa bel masuk sudah dibunyikan. Kami segera berlari menuju kelas. dan untung kami berpapasan dengan guru yang akan mengajar,
“Maaf bu, kami hampir terlambat masuk”,
“Iya nggak apa-apa. Ayo cepetan masuk”,
Kami segera masuk dan duduk di bangku kami.
“Good morning”,
“Morning ma’am....”,
“This time we continues yesterday lesson.....”
Tak terasa bel pelajaran telah usai. Aku segera mengemasi buku-buku pelajaranku dan langsung menarik Rian untuk keluar.
“Ayo cepet... lama amat sih lo nih..”,
“Iye iye... bawel akh lo nih..”,
“Udah belum..”,
“Ya oke kita jalan.”,
“Siiipp”,
Akhirnya kami berdua keluar dari kelas dan berlari menuju parkiran mobil. Ketika di parkiran mobil aku bertemu dengan Putri.
“Kak Aka? Kak Rian? Mau kemana kok kayaknya tergesa-gesa amat.”
“Kakak sama Aka mau pergi ke Tuan Putri Cinta”, ujar Rian,
“Hah!? Yang bener kak Rian. Kak Rian sama Kak Aka mau pergi kerumahnya Kak Cinta yang jadi primadona SMA kita yang anak XI IPA 2 sekelas dengan kalian berdua. Jadi kalian mau kesana mau ngapain?”
“Ya mau nganter ini nie Bos Akamaru pergi ke belahan jiwanya. He he he..” candanya
“Apaan lo ini ian. Crita yang nggak-nggak aja”,
“Tapi benerkan..?” candanya,
“Eh gue tu sama Cyntia hanya......”
“Sebatas pacar. Iya kan kak... hayo… hayo” sahut Putri memotong pembicaraanku,
“Eh bukan. Bukan.” Jawabku mengelak,
“Udah. Udah mendingan kak Aka cepet pergi. Ntar telat lho. Terus dimarahin sama Tuan Putrinya.” Canda Putri,padaku
“Iya Putri bener tuh ka. Kita sebaiknya bergegas.”
“Ya udah ayo cepet.”
Setelah itu kami masuk ke mobil dan langsung menuju rumahnya Cyntia.
“Woy bro, udah sampe di Perumahan Indah nih, yang mana rumahnya Cinta?”,
“Oh iya, mana ya...? bentar gue liyat dulu.”,
“Eh itu Rumah berwarna Putih yang ukurannya besar, itu rumahnya.”,
Aku bergegas turun dari mobil tanpa menunggu Rian keluar dari mobil. Aku segera berlari dan mengetuk pintu rumah itu yang aku yakin aku ngga mungkin salah rumah.
Cukup lama aku mengetuk pintu dampai akhirnya Kak Yuki membuka pintu. Engga seperti biasanya kak Yuki, kali ini waajahnya begitu berbeda seperti menyimpan suatu masalah, mungkin hal yang membuatnya sedih.
“Kak Yuki Laudianya ada?” tanyaku pada seorang cewek yang aku kagumi.
“Ya ada, dia lagi di taman belakang. Ayo masuk, langsung aja ke belakang.”,
“Ya, Makasih kak.” Ujarku sambil melangkahkan kaki ini menuju belakang rumah.
Dan Kak Yuki menunggu Rian turun dari mobil. Aku berjalan menuju taman belakang sambil memperhatikan tiap ruangan yang aku lewati, aku juga sempat melihat foto-foto keluarga Laudia di pajang di satu sisi tembok. Ada Foto dimana dia bersama orang tuanya yang nampak sangat bahagia, dan dimana dia bersama Kak Yuki nampak begitu gembira. Tapi suasana di rumah ini enggak memperlihatkan suasana seperti yang ada di foto.
Walau di penuhi perabor perak tapi masih terasa kosong, aku tahu ada yang kurang disini, sebuah senyum… senyum keluarga.
Sebelum sampai di taman belakang, aku melihat satu ruangan dengan dinding kaca disekelilingnya. Dari sini aku dapat melihat Cyntia yang mungkin sedari tadi duduk diayunan itu. Dia memakai baju berwarna merah muda dan celana jeans, matanya terus menatap langit. Aku langsung menuju kesana, perlahan aku mendekati Cyntia, aku dapat melihat kalau ada sesuatu yang sedang ia pikirkan.
“Hai Cyntia, kalau gue duduk di ayunan ini ganggu?” Tanya ku sambil menunjuk ayunan yang tepat di sebalh ayunannya,
“Enggak” jawabnya malas dan tetap dengan pandangan kedepan tanpa sedikitpun menoleh kearaku,
“Kalau gue ngobrol sama lo sekarang ganggu?”,
“Enggak” jawabnya dengan nada yang sama,
“Kalau gue tanya sesuatu sama lo ganggu nggak?”
“Aka, sebenarnya lo ini mau ngapain sih kesini? Kalo mau ngomong tinggal ngomong, kalau mau main ayunan tinggal main. Susah amat” ujarnya jutek
“Iye iye… maaf gue Cuma takut datang di waktu yang salah. Sebenernya gue kesini mau Tanya sesuatu. Gue denger dari Rian kalo… kalo lo…”
“Gue dah tau. Jadi kalo lo kesini Cuma mau Tanya masalah yang itu mending nggak usah kesini deh” jawabnya memotong pembicaaranku
“Iya gue mau tanya masalah yang itu, dan katanya gue boleh tanya?”,
“Iya, tapi gue nggak bilang kalo gue bakalan jawabkan? Lagian ujung-ujungnya lo pasti bakalan tanya itu jugakan?”
“Iya, gue emang mau nanya apakah gue udah ganggu perjodohan lo sama Mudhi?!”
Cyntia hanya terdiam saat aku menanyakan itu.
“Jawab Cinta?! Jawab?!”
“Mending lo pulang aja” ujar Cyntia dingin,sejurus Cyntia sempat memandangku.
“Ya udah kalau gitu kita ngobrol-ngobrol aja ya?” ujarku mencairkan suasana,
“Sorry gue ngga ada waktu untuk ngobrol. Mending lo pulang aja hari udah hampir sore bentar lagi juga mau hujan.”
Aku terdiam sejenak sambil memandanginya, aku tak peduli Cyntia walau hujan turun atau apapun! Aku ngga peduli Cyntia! Kamu denger aku! Kemudian aku beranjak dari ayunan yang aku duduki aku mulai berjalan meninggalkannya sampai suatu saat Cyntia memelukkudari belakang erat, erat sekali seakan tak ingin aku meninggalkannya, menjauh dari dirinya. Hujanpun turun mengguyur tubuhku dan Cyntia. Dari kejauhan aku melihat kak Yuki dan Rian dari Ruangan kaca. Samar-samar aku melihat Rian tersenyum dan kak Yuki pun tersenyum, namun ada kabut dimatanya.
Kubiarkan Cyntia memelukku, kurasakan jantung inu berdetak lebih cepat dari nomal. Apa Cyntia merasakan itu, merasakan apa yang aku rasakan? Indah sekali bahagia sekali dapat merasakan detak jantung orang yang kita sayang.
“Cyntia?”
“Gue kan udah bilang kalo lo mau pulang, pulang aja! Kenapa ngga pergi juga!”,
Aku kembali terdiam hatiku berkata
“Gimana mau pulang bukanya dari tadi di meluk gue terus”,
Dan kenapa hari ini Cyntia berbeda dengan yang dulu.
“Ya udah emang gue dateng di waktu yang ngga tepat. Mm... gue balik sekarang ya.” Ujarku. Kupikir dia akan menahanku tapi, ternyata Engga! Dia ngga menahanku. Dia kembali duduk di ayunannya.
“Aka...! Aka lo di panggil bu Yenny sama pak Kepala Sekolah, katanya ada yang mau dia omongin penting” ujar Rian ngos-ngosan,
Dia pasti keliling-keliling nyariin gue.
“Emang ada apaan sih, guekan udah ikut Ujian susulan kemarin. Waduh jangan-jangan jawaban gue salah semua lagi? Dan kalo kepala sekolah manggil gue ada apaan ya mungkin gara-gara sering dihukum sama guru lagi? Adudududududuhhhhh.... mampus gue!”,
“Bukan itu katanya, ada masalah pribadi katanya.”
“Masalah pribadi? Ya udah deh gue kesana dulu”
“Eh jangan lupa sebut nama gue 6 kali pasti gue ngga akan dateng nolongin lo he.. nyambung ngga?”
“Kagak! Udah akh lho ini sukanya becanda mulu nih keadaan siaga 1 nih?”,
“Iye iye udah gih sana cepet”
Sesampai di kantor bu Yenny.
“Pagi Pak, pagi Bu, ibu dan bapak benar memanggil saya? Ada masalah apa?”,
“Ya silahkan duduk, sebenarnya Ibu dan Bapak Kepala sekolah memanggil kamu kesini ingin membicarakan masalah kamu dengn Mudhi.” Tutur bu Yenny
Aku benar-benart kaget. Mudhi? Aku selalu mendapatkan masalah karena Mudhi! Memang sebrapa hebat dia? Kenapa dia selalu mengacaukan hidupku.!
“Apa Mudhi? Saya ngga ada masalah dengan Mudhi bu.”
“Mudhi kemarin menelpon Bapak kemarin dia bilang bahwa kamu mengancam dia, kalau enggak mau memberikan kamu uang, kamu dan teman-teman kamu akan mengroyok dia? Apakah benar seperti itu?” tutur bapak kepala sekolah,
“Tapi pak, itu semua ngga benar, uang untuk apa? Mudhi bohong justru dia yang mengkroyok saya bersama teman-temannya dan mengancam saya pak, bener pak, bapak dan Ibu harus percaya denga saya. Mana mungkin saya melakukan itu. Siapa teman-teman yang saya yang akan mengeroyok dia bu. Malah sebaliknya.” Aku membantah semua tuduhan yang Mudhi berikan,
“Maaf Aka, kali ini ibu ngga bisa apa-apa. Tapi ibu berharap kalau kamu benar-benar ngga merasa bersalah. Karena ini akan menjadi masalah yang serius. Orang tua Mudhi telah meminta kepada Bapak kepala sekolh untuk segera mengeluarkanmu.” Tegas Bu Yenny,
“Apa bu! Tapi saya benar-benar engga melakukan itu hal-hal seperti yang dituduhkan Mudhi kepada saya bu. Ibu tau sendiri 2 hari yang lalu saya ngga masuk. Karena izin Pergi. Bapak Kepala Sekolah dan Ibu Yenny tolong saya, saya harus bagaimana? Saya ngga mau Ibu saya tahu tentang hal ini, ibu dan bapak percaya sayakan?” pintaku penuh kepercayaan bahwa aku tidak melakukan hal itu.
“Kamu anak baik Aka, kami percaya. Tapi sekali lagi ibu katakan ibu ngga bisa berbuat apa-apa, kamu sendiri yang harus membuktikannya.”
Akhirnya aku keluar dari ruangan Ibu Yenny. Dengan langkah gontai dengan penuh seribu Tanya dibenaku. Bagaimanapun aku ngga akan bisa melawan Mudhi, aku hanya dapat menyusahkan Ibu dan Sahabatku saja. Enggak! Enggak! Aku harus nyelesaiin masalah ini sendiri!.
Entah darimana aku mendapatkan semangat yang kuat, membuat kaki ini berjalan cepat menuju kelas Mudhi. Kulihat Mudhi cs sedang ngobrol, apa lagi kalau ngga masalah barang-barang import yang baru mereka beli. Mudji melihat kedatanganku, dia menghampiriku. Dengan berani aku bicara dengan Mudhi.
“Woy. Mudhi tadi Ibu Yenny dan KepSek bilang ke gue kalau lo ingin gue keluar dari sekolah ini? Kenapa? Kenapa kayaknya lo teramat sangat benci sama gue? Gue ngga tahu apa salah gue apa? Terserah lo mau bilang gue ‘BEGO’ atau apalah. Tapi tolong bilang kenapa lo sampai nlakuin ini semua ke gue? Gue kalah! Lo tau, kalau gue nggak mungkin bisa nglawan lo. Lo punya segalanya, lo bisa dapetin apa yang lo mau, tapu gue? Gue masuk di sekolah ini nggak gampang buat gue dan lo mau ngluarin gue gitu aja tanpa alas an yang jelas.” Semua kata-kataku yang aku simpan tiba-tiba tumpah begitu saja, aku merasa lega,
“Lo mau tau? Karena lo bisa dengan gampanya ngedapetin apa yang nggak akan gue dapetin? LAUDIA! Gue udah di jodohin sama Laudia tapi, gue ngrasa masih ngga bisa ngedapetin dia! Apa kurangnya gue dibandingin lo hah! Gue udah lakuin segalanya biar dia suka sama gue tapi apa balasannya, apa yang gue dapeeettt? SAKIT! Gue ngga trima kalau dia bilang Cuma cinta sama lo dan mau ngebatalin perjodohan ini! Enggak akan! Sekarang lo udah tau alasannya? PUAS!? Inget 1 hal yang harus lo inget baek-baek, Sakit yang lo trima belum apa-apa, dari sakit yang gue rasain! Gue sangat benci lo! Sangat benci! Lo denger baek-baek! Gue akan bikin lo ngga bisa ‘Tersenyum’ bahagia lagi. Walau hanya untuk satu senyuman saja! Nggak akan!” lau dia mendorongku sambil tersenyum angkuh
Saat Mudhi pergi tiba-tiba Rian datang,
“Woy! Kampret apa yang barusan lo lakuin sama sahabat gue! Sini lo! Berantem sama gue! Dasar pengecut! Brengs……” teriak Rian,
“Udah, udah gue ngga apa-apa kok ian, santai aja. Tenagin dulu diri lo redam amarah lo.” Sahutku,
“Lo beneran ngga apa-apa bro?” tanyanya meyakinkanku,
“Iya santai aja.” Jawabku tersenyum,
Dalam batinku berkata “Gue ngga boleh ngrepotin sahabat gue. Gue harus tersenyum walau sebenarnya aku sedang mempunyai masalah. Dan Mudhi, Mudhi gue hanya dapat berkata maafkan aku.”
Ku berjalan bersama Rian menuju kelas, perasaanku kacau, apakah salah bila aku mencintai seseorang? Tak perduli dia mencintaiku atau tidak, apakah perasaan ini salah?
“Woy ka, lo kenapa? Cerita dong? Dari ngadep bu Yenny tadi, lo jadi berubah aneh gini? Emang bu Yenny bilang apa sih sama lo?” tanya Rian tiba-tiba,
“Enggak apa-apa” ujarku tak bersemangat, diriku kini ada dalam imaji,
“O ya lo udah ngerjain PR Matematik? Halooo lo denger guekan ka?”,
“O ya lihat dong Prnya?”,
“Humph Aka.. aka,sampe kapan lo mau mendem sendiri perasaan lo itu?”,
Aku binggung apa yang salah denganku?
Bel pelajaran telah usai dibunyikan, akumelangakh keluar kelas dan merenungkan semuanya di Pohon cinta, aku duduk sendiri diPohon tersebut sampai suatu ketika aku terkejut saat mendengar suara Yudhi,
“Hai ka. Apa kabar lo?”, tanya yudhi di balik pohon cinta sedang duduk sambil membaca buku.
“Oh lo Yudhi, gue baik-baik aja lo sendiri?”,
“Sama, eh Gue denger hubungan lo sama Cyntia lagi diambang pintu kehancuran ya? Hmm... sebenernya gue sih mau jujur dulu Cyntia memang suka kepadaku dan aku juga suka kepadanya, tapi... dia selalu mengira gue ini adalah pangeran Matahari karena dia selalu melihatku sering duduk di sini, gue ngga tau apa maksudnya tapi, sekarang gue tau apa yang dia bicarakan. Gue minta lo pertahanin hubungan lo sama Cyntia. Oke”,
Aku bertanya, apa maksudnya Yudhi mengatakan ini kepadaku? Dan apa maksud dari semua ini? Apa yang dia bicarakan? Mengapa dia tahu tentang Pangeran Matahari? Oh akhirnya aku tahu ini semua tentang aku jadi kalau begitu......... Cyntia adalah.......
Tiba_tiba jantungku berdenyut nyeri. CUKUUP.... CUKUUUUPP! Daun cintapun berjatuhan, Rian, Yudhi dan Putri berlari mendekatiku,
“Sobat, jangan benci aku juga, kumohon.” Bisikku lirih kepada Rian, Yudhi dan Putri. Aku pasrah ketika mereka bertiga membawaku ke UKS, aku ini memang benar-benar merepotkan!.
Aku ceritakan semua kejadian yang terjadi padaku,
“Kalian percaya guekan? Gue ngga akan nglakuin hal itu.” Ujarku,
“Oh jadi begitu ceritanya? Mudhi menelpon KepSek karena kakak ngancem dia?” ujar Putri,
“Mungkin saja dia bukan mudhi, bisa saja dia menyuruh temannya untuk nelpon KepSek dan bilang macam-macam” sahut Yudhi menduga-duga,
“Kalo begitu intinya KepSek nggak ketemu langsung dengan Mudhi, melainkan lewat telpon bisa aja omongan Yudhi bener. Gu harus bikin perhitungan dengan dia! Dasar Sok kaya!” Ujar Rian dengan nada penuh marah dan langsung beranjak dari tempatnya berdiri,
“Rian, udah semuanya udah nggak ada gunanya.”
“Tapi, dia itu sudah kelewatan”
“Sudah, aku tak ingin memperpanjang urusan ini”
Akhirnya Rian pun mengurungkan niatnnya
Keesokan harinya. Aku berharap pagi cepat berlalu. Aku memasuki gerbang sekolah dengan langkah gontai dan aku berpapasan denga Cyntia, dia menyapaku dengan senyumnya hari ini tapi aku, hanya diam tak membalas sapaan itu, aku tak sanggup melihatnya. Aku berjalan cepat untuk pergi dari hadapan Cyntia.
“Yudhi... lo tau kema Aka?”
“Lho kok lo nanya gue? Lha lo temen sekelasnya sekaligus sahabat deketnya mas’ ngga tau Aka kemana.”,
“Iya tapi hari ini dia ngga masuk! Gue udah telpon kerumah, bundanya bilang dia udah berangkat sekolah tadi, malahan pagi-pagi banget katanya. Dia kemana ya? Gue bener-bener khawatir!”
“Kalo gitu lo telpon aja nomornya.”,
“Udah tapi ngga aktif”,
Aku tahu Rian pasti bakalan panik banget, tapi mudah-mudahan mereka mengerti. Hari ini aku pergi kerumah sakit untuk mengambil hasil pemeriksaanku.
Setelah sampai dan mengambil hasil pemeriksaannya aku langsung pergi ke sekolah lagi. Aku ngga mau nyusahin Ibu, aku kan Cuma bentaran doang kerumah sakitnya.
Aku nggak percaya! Enggak! Dokter itu pasti salah, padti ada kesalahan! Bagaimana mungkin aku menderita penyakit jantung?! Aku nggak percaya.
Aku takut... teramat sangat takut... bagaimana kalau Ibu tau, sahabatku tahu, dan teman-temanku tahu? Apa yang akan aku katakana? Apa?
Setelah kejadian itu malamnya aku berada dikamar tidurku sembari menulis buku diary ku.
Minion,
Aku sakit! Enggak percaya bahwa semua ini terjadi padaku. Andaikan aku miliki pilihan lain yang lebih baik, Minion.
2 minggu setelah aku mengetahui penyakit yang aku derita, keadaan ku semakin bertambah parah saja. Ibu tetap nggak boleh tahu kalau aku menderita penyakit ini. Aku tetap masuk sekolah seperti biasanya. Mungkin Mudhi sudah tahu dan nggak ada alasan lagi Mudhi menggangguku lagi, karena selama Dua minggu ini aku selalu menjauhi Cyntia walaupun dia terus mencari keberadaanku tetap aku akan menjauhinya. Hari ini aku sebenarnya malas berangkat sekolah, bukannya melupakan masalah-masalahku malah menambah masalahku saja.
Hari ini sejak tadi pagi aku tak keluar dari kamarku, kecuali untuk urusan makan. Mungkin Ibu sudah mulai curiga dengan keadaanku sekarang. Kembali kuteringat sosok Strawberry, aku rindu kepadanya, aku rindu cerianya, dan aku ridu suaranya, suaranya dapat membuat hati ini tenang dan damai seperti suara Cyntia. Dan aku teringat sesuatu, sebelum kami berpisah. Dia sempat memberikan ku daun cinta yang sudah kering dan aku melihat angka yang tertera disana ‘230707’ entah angka itu sejak kapan angka itu berada didaun tersebut. Mungkin menunjukan waktu kami pertama bertemu, mungkin? Tapi ada yang ganjil dalam angka tersebut tapi apa? Kucoba mengingat dan sepertinya aku pernah melihatnya. Dimana?
“Akamaru.... akamaru... ada temen kamu nih.” Suara ibu mengagetkanku.
Nyariin aku? Siapa? Apakah Cyntia, Yudhi, Putri atau Rian aku menduga-duga seperti biasanya dan sembari melangkahkan kaki keluar kamar dan...
“Kak Yuki?” tumben dia kemari? Ada apa ya? Sepertinya aku lihat dari wajahnya ada yang penting. Sbelumnya dia belum pernah kerumahku.
Aku langsung mempersilahkan Kak Yuki duduk dan menawarkan segelas Teh hangat, namun kak Yuki menolaknya. Sepertinya dia sudah tak sabar untuk menceritakan sesuatu padaku.
“Aka maaf kalau kakak ganggu? Ada sesuatu yang mau kakak ceritain ke kamu, kakak rasa untuk yang kali ini kakak ngga bisa diem bigitu saja.” Ujar kak Yuki dengan nada serius,
“Apa maksud yang kakak bicarakan tadi?” tanyaku,
“Sebenernya ini mengenai kesalahpahaman antara kamu dengan Cinta, kakak ngga sanggup lagi ngeliat kalian berdua terus begini hanya karena sesuatu yang sebenernya nggak ada dalam hubungan kalian, sebenernya ini masalah antara kalian dengan Mudhi.”,
“Tapi aku sudah melakukan apa yang seharusnya aku lakukan. Aku sudah menjauhi Cyntia, karena dia telah dijodohkan dengan Mudhi. Dan aku merasa aku bagaikan penghalang hubungan mereka”,
“Kamu salah, sebenernya Cyntia tidak menginginkan perjodohan itu. Dan papa juga nggak memaksa Cyntia untuk menerima perjodohan itu. Dan kakak sangat mengenal Cyntia, sudah seminggu lebih dia sering menagis dikamar sambil menyebut nama ‘Pangeran Matahari’ dan kemudian dia juga berkata ‘kenapa kamu selalu menjauh dariku? Kenapa? Aku bingung Pangeran aku bingung’ semua kalimat itu sering di ulanginya setiap harinya. Kakak sedih meliahat itu semua.”,
Aku nggak percaya? Berarti benar dugaanku bahwa Cyntia adalah Putri Strawberry! Saat aku mengetahui itu semua tiba-tiba jantungku berdetak amat kencang. Dan seketika aku tahu arti dari angka tersebut dan memang aku pernah melihatnya di kamar Cyntia.
Ketika kuterbangun. Pertama yang aku lihta adalah wajah ibuku.
“Ibu, jangan marah padaku ibu.” Ujarku,
“Ibu nggak marak anakku. Tapi jangan gini lagi ya. Kamu sakit kok ngga bilang-bilang ke ibu.” Ujarnya sambil meneteskan air mata.
“Maafkan Aka ibu.” Jawabku sambil mengusap air mata yang membasahi pipi Ibu.
Ibu, seribu senyum mungkin tak dapat menggantikan satu tangis dalam hidupmu. Namun, satu senyummu cukup untuk menggantikan seribu tangis dalam hidupku, maka tersenyumlah bundaku... tersenyumlah bunda.
Rasanya gidupku tergantung dari selang infus ini, akh... ‘aku lelah’. Entah berapa kali aku mengucapkan kata... L-E-L-A-H
Hari demi hari terus berganti, bulan dan tahun pun terus berganti. Sayang hari ini aku berulang tahun namun tak terfikirkan olehku kalau akhirnya aku merayakan ulang tahun di rumah sakit, tapi aku tak dapat merasakan kasih saying dari seseorang seorang sahabat yang aku sayang. Dan pagi ini aku memohon kepada dokter untuk mengizinkanku merasakan udara luar walau hanya untuk sesaat. Dan akhrinya aku diperbolehkan. Walau harus didampingi suster, aku memang sakit jantung, bukan berati aku tak bisa berjalankan? Kakiku cukup normal, malah sangat sangat normal.
Yeah, mau gimana lagi aku harus menggunakan kursi roda. Tapi lumayanlah di sini ada tamannya juga, dan pohon itu mengingatkanku pada Putri Strawberry.
“Aku mau kepohon itu.” Ujarku pada suster yang mendorong kursi rodaku,
“Kamu mau apa kesana? Apa disana ada sesuatu yang mengingatkanmu kepadaku Pangeran Matahari?”,
Aku kaget mendengar suara yang ngga asing bagiku, astaga Cyntia? Entah sejak kapan dia ada di belakangku menggantikan suster yang menjagaku.
Lalu Cyntia berjongkok dihadapanku dan menyodorkanku kue ulang tahun yang dia buat sendiri khusus untukku sambil menyanyikan lagu ‘Happy Birthday’ untukku.
Setelah itu dia menyuruhku untuk mencicipi kue buatannya sendiri,
“Enak nggak pangeran?” tanyanya,
“Mmmm.... gimana ya... kalau di bilang enak ntar dibilang bo’ong atau bisa juga G.R., kalau di bilang nggak enak ntar marah, jadi aku harus bilang apa ya...?” candaku padanya,
“Akh... pangeran Matahari.” Ujarnya sebel,
“Iya iya enak kok. Malah sangat manis.”,
“Masa’?” jawabnya nggak percaya.
Lalu dia mencobanya dan seraya berkata,
“Enggak kok, manisnya pas kok.”ujarnya
“Apa aku bilang manisnya kue ini? Kan aku bilang sangat manis orang yang buatnya.” Candaku.
Kemudian dia memelukku erat dengan penuh bahagia dan ceria. Aku juga memeluknya erat. Dan dia menciumku sambil berkata. “Matahariku janganlah kamu menjauh lagi dariku. Aku ingin bersamamu selalu. Tanpamu aku tak bisa hidup matahariku. Aku layu tanpamu.” Ujar Cyntia kepadaku sambil meneteskan air mata.
Hampir 3 bulan aku menghuni Rumah sakit, Cyntia selalu menemaniku. Sungguh aku merasa 3 bulan ini akan lebih berarti dari pada waktu hampir 3 tahun yang aku habiskan tanpa bisa dekat dengan Cyntia.
Aku tahu tak ada perubahan pada diriku, aku tetap sama terbaring di ranjang Rumah Sakit, jalan dengan kursi roda, selang infuse yang tak pernah lepas dari pergelangan tangan kananku membuatku sulit bergerak dan entah berapa kantong yang telah aku habiskan. Aku merasa keadaanku makin parah saja, alat-alat yang tak kukenal yenag mengekang tubuhku, kini makin banyak saja. Ibu dapatkah kita pulang sekarang?.
Hanya keberadaan orang-orang yang aku sayang yang kuatkanku sampai detik ini. Ibu, Shikari, Cyntia, Yudhi, Rian, dan Putri. Dan kini Rian dengan Tia anak IPS 1 sahabat dari adiknya sendiri, kemudian Yudhi kini dia dengan Anjani anak IPA 2 temen sekelasku, dan hanya Putri yang belum mempunyai pasangan.
Bila malam semakin larut dan mata ini perlahan-lahan kian menutup. Kugantungkan sebuah mimpi di atas awan.
Jagalah aku dengan do’a mu, agar esok pagi masih bisa membuka mata.
Dan kemudian melihat senyummu...
“Cyntia, aku masih binggung gimana kamu bisa mengenali aku sebagai Matahari.?”
“Mmmm... gimana ya...? karena aku selalu mengikuti gerak gerikmu setiap pulang sekolah. Dan cowok yang selalu duduk dibawah pohon cinta itu, siapa lagi kalau bukan kamu Pangeran Matahariku...”,
“Oh... kamu ternyat memperhatiin aku ya..? pantes kenapa kamu selalu mendekatiku. Dan kamu inget dulu kamu minjem pena kesayanganku sampai sekarang belum di balikin.”
“Kan aku udah ganti yang baru...”,
“Aku ngga mau pena yang baru. aku ingin pena yang ada di samping lukisan cowok sedang tersenyum di kamarmu.” Ujarku dengan sedikit jutek (Padahal hanya bercanda),
“He he he... Jangan.. kamu tau pena itu dari siapa? Pena itu dari Pangeran Matahariku yang kini ada didekatku sekarang. Dan itu adalah benda yang paling berharga bagiku. Kalau kamu mau pena itu baik lagi ke kamu boelh aja asalkan ada satu syarat yaitu, kamu harus sembuh dulu”,
“He he he... aku bercanda kok. Kamu boleh ambil penaku untuk kamu simpan dikamar, dan jika aku... aku....” ujarku padanya,
“Aku apa Ai?”,
“Jika aku memang ngga bisa sembuh dan kenyataannya aku harus pergi meninggalkanmu. Aku pasti bakalan sedih banget karena aku nggak bakalan bisa melihat senyum manismu lagi.”
“Kenapa kamu bilang gitu! Kalau aku bilang sembuh ya harus sembuh!” Cyntia beubah marah padaku saat mendengar kata-kataku.
“Kalau aku pergi nanti apa kamu akan sedih? Apakah kamu akan menagis untukku dia? Apakah kamu akan selalu mengunjungiku? Dan apakah....”,
“Cukuuuppp! Cukuup Aka!! Cukuupp! Aku ngga mau lagi denger kata itu lagi dari bibirmu! Karena... karena... aku....” sahutnya memotong pembicaraanku seraya menangis,
“Karena aku mencintaimu dan tak ingin kehilanganmu lagi.” Cyntia memeluku sembari menagis.
Oh tuhan kini nafasku ada di tanganmu, jika engkau ingin mengambilnya aku tak mampu melakukan apa-apa, tapi kalau aku mempunyai permintaan aku ingin meminta izinkan aku bersamanya, masih banyak hal yang ingin aku lakukan dengannya.
“Cyntia, kamu udah nglakuin banyak hal untukku, tapi aku? Aku ngga pernah bisa ngasih kamu apa-apa, aku Cuma bisa nyusahin kamu dan orang lain.”,
“Berikan satu senyummu saja padaku, itu sudah cukup bagiku dan senyummu adalah hal yang terindah dalam hidupku.”,
Saat kubuka kedua mata ini melihat sekeliling ruangaku,
“Cyntia…”,
“Cyntia..! dimana kamu!” teriakku saat Cyntia tak ada di sisiku,
Aku paksakan diri ku untuk berdiri dan berjalan. Tiba-tiba jantungku nyeri kembali. Aku terjatuh kelantai, tak kuat menahan rasa sakit yang teramat sakit ini.
Dan saati aku terjatuh, Cyntia membuka pintu kamarku dan melihatku terjatuh,
“Aka!” teriaknya kaget melihatku,
Cyntia berlari kearahku dan membantuku untuk bangun. Aku memang menyusahkan orang lain, kata hatiku.
“Kamu kenapa? Kok bisa sampe jatuh dari ranjangmu?.” Tanyanya,
“Ngga’ apa-apa kok. Cuma pengen jalan-jalan aja.”
“Jalan-jalan, kamu kan belum sembuh Matahariku... dan... aku hari ini bawa kabar gembira lho...?”
“Apa itu.”
“Jelasin ngga ya..? engga usah deh? Ntar juga tau.” Candanya dengan pandangan kearahku,
“Tuan putriku..? kenapa pake rahasia-rahasiaan sih?” ujarku penasaran,
“Paling sebentar lagi”
“Maksudnya?” ujarku tak mengerti apa yang dia bicarakan,
“3... 2... 1... Masuk aja Kak!, Pa!, Ma!.” Sahutnya tanpa melihat kebelakang sedikitpun,
Aku bertanya-tanya, apa Cyntia memanggil orang tuanya kesini? Tapi buat apa Cyntia memanggil orang tuanya ke sini? Apakah dia mau memperkenalkanku dengan Orang tuanya? Semua pertanyaan itu timbul di pikiranku.
“Pagi nak Aka.” Ujar orang tua Cyntia kepadaku dengan lembut,
“Pagi juga Om, Tante, Kak Yuki”
“Pa, Ma, inilah orang yang akan aku kenalkan pada kalian.” Ujar Cyntia,
Apa yang Cyntia bicarakan, Tanya hatiku.
“Iya, jadi gimana menurut Mama dan Yuki.”
“Mama sih setuju aja”,
“Yuki juga. Malah sangat setuju”
“Jadi Gimana Pa?” sahutnya
Apa yang mereka bicarakan aku tak mengerti sama sekali.
“Ya sudah Papa juga setuju.”,
“Maaf Om, Tante, Kak Yuki. Bukannya saya mau memotong pembicaraan kalian, tapi sebenarnya apa yang kalian bicarakan.” Sahutku
“Gini lho Aka Papa, Mama, Dan kak Yuki telah setuju untuk merestui hubungan kalian. Dan kalian secepatnya akan bertunangan.” Ujar kak Yuki,
“Hah apa Om dan Tante udah mempertimbangkannya dengan matang karena.......”
Kata-kataku terhenti ketika Cyntia menaruh telunjuknya dibibirku,
“Sssstttt.... Semuanya aku telah aku pertimbangkan. Pangeran Matahariku” Ujar Cyntia padaku.
Apa!? Aku bertunangan dengan Cyntia!? Apa aku ngga bermimpi!? Oh My…!
5 bulan sudah. Dokter belum memperbolehkanku pulang dan sekarang aku telah bertunangan dengan Cyntia sang Pujaan Hatiku yang akan selalu ada disampingku, selalu…, selalu. Setiap hari Cyntia menemaniku. Aku merasa dia mungkin lelah dan capek karena menjagaku setiap hari, aku menyuruhnya untuk istirahat di rumah
“Cyntia, aku tahu kamu pasti lelah dan capek karena setiap harinya kamu selalu ke sini untuk menemaiku. Lebih baik kamu istirahat dulu di rumah, ntar kamu sakit lagi.” Ujarku padanya,
“Aku nggak apa-apa kok ka. Aku juga Khawatir sama kamu, jadi aku harus ada di sampingmu setiap saat.” Jawab Cyntia,
“Iya Cinta, aku tau tapi kamu terlihat capek. Mendingan kamu istirahat dulu di rumah, aku nggak apa-apa kok.”
“Beneran?” tanyanya meyakinkanku
“Iya.” Jawabku menganggukan kepala.
“Baiklah kalau gitu aku pulang dulu ya.” Sahutnya sembari mengecup keningku.
Saat dia berjalan keluar ruangan aku hanya dapat menatap dari kejauhan.
Beberapa menit setelah Cyntia meniggalkanku tiba-tiba,
“Akh…..! Jantungku!” teriak ku
Aku memanggil keras suster yang merawatku, karena saat itu aku sendirian di Rumah sakit,
“Suster! Suster!”,
Aku berteriak memanggilnya berulang kali tapi tak ada hasilnya, saat itulah aku mulai pasrah. Pandanganku mulai kabur dan aku mulai tak sadarkan diri.
Saat Aku mulai sadar,yang pertama kulihat Ibu, dia menagis saat melihatku sadar. Aku melihat sekitar ruangan, aku melihat Yudhi, Rian, Tia, Putri, dan Kak Yuki. Saat itu aku merasa ada yang kurang. Cyntia, dimana Cyntia?.
“Ibu, kenapa ibu menagis dan Cyntia mana?” tanyaku
“Ibu menagis karena kamu sudah sembuh nak. Dan Cyntia… dia…”
“Dia Kenapa ibu? Cyntia kenapa?”
“Cyntia sudah ngga ada ka. Dia udah pergi jauh.” Sahut Rian
“Lo pasti bercanda. Lo pasti bercanda!. Iyakan?!” teriakku,
Rian terdiam,
“Jawab gue! Jawab gue ian! Jawab!” pinta ku dengan nada membentak Rian,
Rian tetap saja diam,
“Aka! Tenangin dirikamu dulu.” Ujar KakYuki
Aku mulai tenangin diri.
“Aka! Sebenernya Cyntia ada didalam tubuhmu.”
“Apa yang kak Yuki bicarakan?” tanyaku belum mengerti apa yang dimaksud kak Yuki,
“Cyntia telah mendonorkan jantungnya untukmu, karena dia tak bisa lagi melihatmu menderita karena penyakit yang kamu derita ini. Saat dia mendengar kabar bahwa kamu sedang koma, dia panic tak tahu apa yang harus dia lakukan . di melihat mu dari kejauhan dan melihatmu saat kamu di berikan alat kejut jantung berulang-ulang dia merasa sakit saat melihat itu. akhirnya tanpa piker panjang dia bicara sama dokter untuk mendonorkan jantungnya untukmu. Dan sebelum dia mendonorkan jantungnya dia memberikan surat padaku untuk di sampaikan saat kamu mulai sadar.” Ujar kak Yuki menjelaskan sembari menyodorkan surat berwarna biru dan setangkai bunga.
Saat ku baca surat ini tertulis
“21 January”
Berarti dia menulis surat ini sekitar 2 bulan yang lalu. Itu artinya ku tertidur selama 2 bulan
Saat kau baca surat ini, aku yakin kamu pasti sudah sembuh dari penyakit yang kamu derita selama ini.
Aku tahu rasanya teramat pedih menyayat relung hatimu. Namun hatiku lebih pedih kala melihatmu terbaring, tersiksa karena sakitmu. Aka, semua yang aku lakukan tak pernah kusesali. Namun aku menyesal bila setelah ini kamu tak mau tersenyum lagi. Jadi tetaplah terseyum untukku. Tak ada yang lebih membahagiakanku selain orang yang amat ku cinta bahagia.tak perlu di permasalahkan aku ada disini atau tidak. Yakinlah aku ada dalam dirimu, menemanimu setiap detik menit jam dan selamanya.
Berjanjilah untuk jangan pernah putus asa lagi. Aku akan terus hidup karena setiap detak jantungmu adalah hidupku. Karena nafasmu adalah nafasku. Pedih ini tak akan lama. Untuk sekali ini lagi kumohon percayalah padaku. Jangan pernah berfikir untuk berhenti tersenyum, atau kamu kehabisan senyummu? Kalau begitu akan aku berikan 1 senyuman untuk hidupmu, kalau nanti kau tak mampu lagi tersenyum ingat saja senyumku, maka kau pasti akan kembali mampu tersenyum. Tersenyumlah… tersenyumlah pangeranku…
Maaf adalah kata yang amat kumohon darimu. Ku mohon kau mau menerimanya. Aku tak dapat menjagamu selalu, menggenggam tanganmu selalu. Namun percayalah, aku akan selalu ada disisimu. Dan satu lagi jangan sampai terlewat, kumohon , jangan ppernah menyesal karena mencintaiku. Dan sebelum itu aku telah memberikan sebuah benda yang ada di dalam amplop ini.
With love,
Cyntia
Saat ku kembali membuka isi amlpop tersebut, ada sebuah kalung yang berbentuk hati seperti liontin yang didalamnya terdapat sebuah foto. Foto Cyntia tersenyum dan fotoku yang sedang terseyum juga.
Diam itulah yang kulakukan,bahkan tuk meneteskan kristal bening dari pelupuk matakupun aku tak mampu, seberapa pedih hati ini? Aku ingin mati! Wajah Cyntia memenuhi isi kepalaku. Nafasku sesak, jantungku tak mampu lagi aku rasakan . bencikah aku? Sedihkah aku? Marahkah aku? Bagai mana bisa? Jiwaku tak lagi di ragaku.
Aku mati! Ingin Mati! Mati! Aku kehabisan kata-kata kamu menang Cyntia, Cintamu lebih besar dari Kebencianku.
Kenapa? Kenapa begini? Ini… ini bukan akhir yang aku inginkan. Kutatap suasana diluar melalui jendela kamar rumah sakit yang semakin gelap tertutup kabut. Hujan turun begitu deras, amat deras.
Aku tak menangis sama sekali akan tetapi, hatiku menagis setelah kubaca kata demi kata surat dari Cyntia, amat pedih rasanya.
“Aka, sebelum itu Cyntia juga memberikan sebuah foto” ujar Kak Yuki sembari menyodorkan sebuah foto.
Saat ku lihat foto itu, aku terpaku memandangi foto itu. Seorang laki-laki terseyum dengan topeng Matahari sedang memandang Pohon Cinta. Itu Fotoku! Kapan Cyntia mengambilnya? Kenapa aku tak menyadarinya. Dan di balikfoto tersebut terdapat sebuah kalimat.
Senyum yang tak kan pernah lari dari ingatanku.
Hari ini aku di perbolehkan untuk pulang. Aku langsung menuju ke makam Cyntia, meletakkan sehelai daun cinta yang telah kering yang pernah ia berikan padaku sewaktu dulu di atas makamnya. Aku tak ingin meninggalkannya sendirian di tempat sesunyi ini. Aku ingin bersamanya. Aku tak ingin pergi tinggalkan dia sendiri. Tapi perlahan Ibu dan Orang tua Cyntia membimbingku untuk pulang. Aku harus kuat , seperti kedua orang tua Cyntia yang begitu tegar melepas kepergiannya. Takada kebencian sama sekali di mata mereka saat menatapku.
Dalam perjalan Rian menceritakan semuanya padaku, mereka bilang mobil yang dikendarai Cyntia sengaja di tabrak dari arah belakang. Hal itu menyebabkan mobilnya terguling keluar jalan. Baru di ketahui pelakunya adalah Mudhi. Mudhi ngga terima Cyntia membatalkan pertunangannya begitu saja. Mudhi amat shock mendengar Cyntia meninggal. Dia depresi berat dan sekarang dirawat di Rumah Sakit Jiwa.
“Tapi lo harus tau Aka, semua ini sepenuhnya bukan kesalahan Mudhi. Sebelum kecelakaan terjadi Cyntia memang sudah menulis surat untukmu dan ditubuhnya terdabat alat untuk mengamankan jantungnya. Kemungkinan besar Cyntia sudah berencana mengahiri hidupnya.” Jelas Rian
“Kenapa? Kenapa Rian? Kenapa dia tega melakunya”
“Aka, gue, Yudhi, Putri, dan Tania berharap bisa menjadi sahabat yang terbaik butalo, tapi sebenci-bencinya lo sama Mudhi, lo tetep harus ngliyat keadaan dia Aka.”,
“Maksud lo gue harus nemuin orang yang udah bunuh Cyntia? Gua ngga akan! Ngga akan! Gue Bodoh! Bodoh! Seharusnya gue udah tau kalau Mudhi akan nglakuin ini sejak awal. Dia berhasil membuat gue ngga bisa tersenyum lagi.”,
Badanku langsung menggigil dan hatiku sudah cukup menerima sakit yang teramat sakit.
“Aka, lo ngga boleh gini”
“Terus gue harus gimana? Apa gue harus maafin Mudhi? Iya?”
Sekeras apapun aku membenci Mudhi, pada akhirnya aku memutuskan untuk menemuinya.
Di sebuah ruang yang gelap samar ku melihat Mudhi. Duduk di sebelah pojok kanan sambil memegang kedua kakinya. Aku melangkah mendekatinya. Dan berhasil mendekatinya dia enggak seperti Mudhi. Aku dapat melihat jelas tatapan kosong itu, ku taruh tanganku di pundaknya dan berkata
“Mudhi, Lo pernah bilang kalau lo bakalan bikin gue nggak mampu tersenyum lagi. Tapi saat ini gue masih mampu untuk terseyum. Karena itu lo harus buat gue untuk enggak mampu tersenyum lagi. Gue tunggu..” aku pun keluar,
Aku dapat melihat jelas Cyntia terseyum padaku.
Akhirnya aku bisa pulang. Aku pandangi sekeliling kamarku yang rasanya sudah begitu lama aku tak tidur di ranjang yangmenurutku ranjang paling empuk sedunia. Dan hujan turun kembali aku mendekati jendela kamarku untuk merasakan setiap tetes hujas yang mengingatkanku pada seseorang yang aku cintai amat ku cinta. Tapi sekarang dia tak ada di sini untuk merasakan sejuknya air hujan ini. Tapi aku percaya dia selalu ada disisiku. Karena siap detak jantungku adalah hidupnya dan aku percaya kamu bisa melihat ku dari sana. Karena kau ada untuk ku selalu. Selalu di sisiku untuk selamanya.
THE END
Sinopsis cerita “Pencarian Sebuah Cinta Sejati”
“Aku mau kepohon itu.” Ujarku pada suster yang mendorong kursi rodaku,
“Kamu mau apa kesana? Apa disana ada sesuatu yang mengingatkanmu kepadaku Pangeran Matahari?”,
Aku kaget mendengar suara yang ngga asing bagiku, astaga Cyntia? Entah sejak kapan dia ada di belakangku menggantikan suster yang menjagaku.
Lalu Cyntia berjongkok dihadapanku dan menyodorkanku kue ulang tahun yang dia buat sendiri khusus untukku sambil menyanyikan lagu ‘Happy Birthday’ untukku.
Setelah itu dia menyuruhku untuk mencicipi kue buatannya sendiri,
“Enak nggak pangeran?” tanyanya,
“Mmmm.... gimana ya... kalau di bilang enak ntar dibilang bo’ong atau bisa juga G.R., kalau di bilang nggak enak ntar marah, jadi aku harus bilang apa ya...?” candaku padanya,
“Akh... pangeran Matahari.” Ujarnya sebel,
“Iya iya enak kok. Malah sangat manis.”,
“Masa’?” jawabnya nggak percaya.
Lalu dia mencobanya dan seraya berkata,
“Enggak kok, manisnya pas kok.”ujarnya
“Apa aku bilang manisnya kue ini? Kan aku bilang sangat manis orang yang buatnya.” Candaku.
Kemudian dia memelukku erat dengan penuh bahagia dan ceria. Aku juga memeluknya erat. Dan dia menciumku sambil berkata. “Matahariku janganlah kamu menjauh lagi dariku. Aku ingin bersamamu selalu. Tanpamu aku tak bisa hidup matahariku. Aku layu tanpamu.” Ujar Cyntia kepadaku sambil meneteskan air mata.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar